Apakah Ada Agama yang Logis?

Posted on 25 July 2025 by Mohammad Ali Hasan Amiruddin — 4 min

Pertanyaan ini menarik, dan jawabannya sebenarnya sederhana. Namun seperti biasa, aku tidak bisa langsung menjawabnya tanpa terlebih dahulu menyusun penalaran yang benar agar jawaban yang disampaikan benar-benar logis.

Pertanyaan tersebut memuat dua istilah kunci: agama dan logis. Kita akan bahas keduanya secara sederhana.

Pertama, tentang agama.

Agama adalah sistem kehidupan yang menjelaskan bagaimana realitas berjalan dan bagaimana manusia seharusnya menjalani hidup. Ini mirip sistem operasi komputer yang berisi serangkaian instruksi atau algoritma. Ini tidak berarti agama harus diterima agar sistem itu berlaku—karena sistem tetap berjalan meski tanpa pengakuan. Ini adalah sistem kehidupan itu sendiri. Jika kehidupan adalah sebuah platform, maka agama adalah sistem operasinya. Seperti halnya sistem operasi matematika: 1 + 1 tetap menghasilkan 2, terlepas apakah kita menyetujuinya atau tidak. Kita boleh menolak hasilnya, tetapi kenyataan tidak akan berubah.

Begitu juga agama, ada banyak aturan atau ketentuan dalam agama yang tetap berlaku meski kita mengusahakan sebaliknya, misal: setiap yang bernyawa pasti mati. Ketetapan ini pasti berlaku bagaimanapun keadaan kita dalam menghindarinya.

Kedua, tentang logis.

Logis berarti dapat diterima oleh akal. Suatu hal disebut logis bila mendukung penalaran yang sahih. Contoh: "Kita bisa memancing ikan di laut." Kalimat ini logis karena sesuai fakta—ikan memang hidup di laut. Bandingkan dengan: "Kita bisa memancing ikan di gurun pasir." Kalimat ini tidak logis karena tidak sesuai dengan realitas.

Maka, agama yang logis adalah sistem kehidupan yang mendukung penalaran yang sahih. Ia berjalan stabil dalam segala kondisi, berlaku universal, dan tidak bergantung pada penerimaan atau penolakan manusia. Sistem seperti ini adalah konstanta—tetap dan tidak berubah.

Manusia adalah makhluk yang berpikir dengan pola yang logis. Manusia mirip dengan mesin AI. Jika mesin AI membutuhkan kerangka kerja yang logis dalam operasinya maka, manusia yang merupakan entitas logis yang biologis tentu juga sangat menghendaki kerangka kerja yang logis dalam hidupnya. Karena itu, hanya sistem agama yang logis yang dapat diterima secara rasional. Ibarat komputer, ia hanya dapat di-install sistem operasi yang arsitekturnya stabil dan logis. Bila sistemnya cacat, maka ia tidak layak dipasang di perangkat mana pun. Demikian pula agama: jika sistemnya mengandung cacat logika, ambigu, bertumpu pada dogma buta semata, atau menimbulkan keresahan—maka ia tidak layak untuk dianut. Sebab, tujuan agama yang sebenarnya adalah membawa ketenangan, bukan kegelisahan. Dan itu hanya mungkin dilakukan oleh agama yang benar.

Sekarang kita kembali ke pertanyaan awal: Apakah ada agama yang logis?

Setiap agama perlu diuji cara kerjanya. Jika sistemnya dibangun atas dogma yang buta terhadap logika, maka ia tidak logis. Jika kitab sucinya berubah-ubah, mengandung kontradiksi, atau bias, maka ia tidak memiliki konstanta yang bisa dijadikan acuan rasional. Ini mirip rumus Einstein, E = mc². Jika konstanta c tidak tetap, maka rumus itu kehilangan validitasnya. Agama pun demikian. Ia membutuhkan konstanta yang tidak berubah—dan konstanta itu adalah kitab suci.

Lantas, agama mana yang paling logis?

Jawaban paling logis adalah: Islam. Islam memiliki sistem yang stabil, ditopang oleh kitab suci Qur'an, yang tidak berubah sejak lebih dari 14 abad. Qur'an tidak hanya stabil dari segi teks, tapi juga tetap relevan sepanjang zaman. Ia menyampaikan konsep ketuhanan yang jelas, tanpa kontradiksi, tanpa ambiguitas, dan tanpa ketergantungan pada dogma. Ajarannya tidak memaksa keimanan buta, tapi mengajak manusia berpikir.

Konsistensi Qur'an dapat dilihat dari tiga sisi:

  1. Teks yang tidak berubah,

  2. Konsep ketuhanan yang tegas dan konsisten,

  3. Ketidakhadiran kontradiksi—baik secara internal maupun terhadap realitas.

Sebagai contoh: Qur’an menyatakan bahwa Yesus adalah anak Maryam, bukan anak Tuhan. Ini sejalan dengan realitas biologis—Yesus memang dilahirkan oleh Maryam, bukan oleh Tuhan.

Yang paling logis dari Qur’an adalah: ia justru sering mendorong kita berpikir secara rasional. Berkali-kali ia menantang kita dengan satu pertanyaan penting:

“Mengapa kamu tidak berpikir?”

Inilah daya tarik Islam. Sebuah platform agama yang tidak hanya menyediakan stabilitas, tapi juga menyambut pemikiran kritis dari pemeluknya, menantang pengujian kerangka kerja sistemnya. Islam selalu menantang pemeluknya untuk menganalisa pola-pola kebaikan dalam hidup, sesuai dengan apa yang telah diperintahkan di dalamnya. Ini justru menyebabkan pemeluknya patuh bukan karena terpaksa, melainkan dengan kesadaran yang tinggi bahwa mereka punya alasan yang kuat untuk patuh dan taat terhadap ajaran Islam.