Quran sebagai Tesis dari Tuhan
Posted on 01 August 2025 by Mohammad Ali Hasan Amiruddin — 4 min
Seandainya Tuhan harus memiliki tesis —padahal Dia tak harus— untuk menjelaskan keberadaan-Nya, maka setiap kitab suci yang pernah ada bisa saja dianggap sebagai Tesis dari Tuhan. Kitab-kitab suci tersebut adalah: Taurat, Zabur, Injil, dan Qur'an.
Namun di era modern ini, di antara keempat kitab tersebut, mana yang paling layak untuk benar-benar disebut Tesis dari Tuhan?
Jawabannya hanya Qur'an. Mengapa?
Karena Qur'an memiliki karakteristik yang sangat unik dan tak tertandingi oleh kitab-kitab lain:
1. Mendukung rasionalitas
Qur'an bukan kitab yang anti-intelektual. Ia seringkali mendorong manusia untuk berpikir, merenung, dan menyelami makna terdalam.
"Maka apakah mereka tidak merenungkan (tadabbur) Al-Qur’an?"
— QS. Muhammad (47): 24
2. Tidak menganut sistem dogma yang buta
Al-Qur’an tidak membenarkan sistem keimanan yang dogmatis dan membuta-tuli. Sebaliknya, ia mengkritik keras perilaku mengikuti sesuatu tanpa ilmu, tanpa berpikir, dan hanya karena ikut-ikutan tradisi.
"Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua itu akan dimintai pertanggungjawabannya."
— QS. Al-Isra (17): 36
3. Konsep ketuhanan yang jelas dan tegas
Qur’an mengajarkan konsep ketuhanan yang sederhana namun sangat kokoh secara logika.
"Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa.
Allah tempat meminta segala sesuatu.
Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.
Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya."
— QS. Al-Ikhlas: 1–4
4. Tidak menganut konsep dosa turunan
Tak ada dosa turunan. Seseorang hanya dibayar dan ditagih atas perbuatannya sendiri. Inilah konsep balasan perbuatan yang lebih adil.
"Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh, maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa berbuat jahat, maka (dosanya) atas dirinya sendiri. Dan Tuhanmu tidaklah menzalimi hamba-hamba-Nya."
— QS. Fushshilat (41): 46
5. Memperjelas tujuan hidup
Sebagaimana perjalanan yang punya tujuan, begitu pula dengan kehidupan. Ia punya tujuan yang jelas.
"Dialah yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kalian, siapa di antara kalian yang paling baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun."
— QS. Al-Mulk (67): 2
6. Relevan di semua zaman
Qur'an bukan hanya kitab sejarah atau kumpulan hukum kuno. Ia bersifat hidup, menjadi petunjuk dan rahmat di segala zaman.
"Dan Kami turunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, rahmat, dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri."
— QS. An-Nahl (16): 89
7. Stabil dari perubahan
Kitab ini dijaga langsung oleh Tuhan. Tidak ada versi baru atau revisi yang muncul setiap abad.
"Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al-Dzikr (Al-Qur’an), dan Kami benar-benar akan menjaganya."
— QS. Al-Hijr (15): 9
8. Bebas dari kontradiksi
Salah satu tanda keaslian Qur'an adalah ketiadaan kontradiksi di dalamnya, sebuah kualitas yang tak bisa ditiru oleh buatan manusia.
"Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an? Sekiranya Al-Qur’an itu datang dari selain Allah, pasti mereka akan menemukan banyak pertentangan di dalamnya."
— QS. An-Nisa (4): 82
9. Terbuka untuk diuji maupun dikaji
Alih-alih melarang manusia menguji kebenarannya, Qur'an justru membuka pintu selebar-lebarnya bagi pengujian ilmiah maupun filosofis.
"Ini adalah Kitab yang Kami turunkan kepadamu yang penuh berkah agar mereka merenungkan ayat-ayat-Nya..."
— QS. Sad (38): 29
10. Menantang langsung mereka yang meragukannya
Qur’an tidak sekadar meminta untuk dipercaya. Ia memberikan tantangan intelektual kepada siapa pun yang ingin membuktikan bahwa ia bukan berasal dari Tuhan.
"Dan jika kamu meragukan (Al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami, maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
Maka jika kamu tidak dapat membuatnya — dan pasti kamu tidak akan dapat — maka takutlah kamu kepada neraka..."
— QS. Al-Baqarah (2): 23–24
Kesimpulan
Dengan kehebatan Qur'an yang telah disebutkan sebelumnya, apakah mungkin Qur'an diciptakan oleh masyarakat Arab jahiliah 1400 tahun yang lalu? Apakah masyarakat yang hidup dalam pola pikir jahiliah mampu menciptakan karya spektakuler — yang bahkan tetap menandingi karya-karya ilmiah modern setelah 1400 tahun berlalu?
Jika tidak, maka tidak berlebihan jika kita menyebut Qur'an sebagai Tesis dari Tuhan. Dan sudah sepantasnya kita menjadikannya pedoman hidup, agar kehidupan kita menjadi lebih baik dan lebih bermakna.
Dengan asumsi bahwa kitab suci adalah fondasi moral yang tak berubah — bukan sekadar dokumen budaya yang tunduk pada selera zaman, bukan pula hasil kompromi kekuasaan atau tafsir kolektif yang rapuh — Qur’an tak bisa hanya disebut sebagai kitab suci. Ia adalah Tesis dari Tuhan.
Bukan karena aku meyakininya secara membabi buta. Tapi karena Qur'an membuka dirinya untuk diuji, dikaji, dan dikritisi — tanpa ketakutan akan keruntuhan.
Qur’an mendukung karakteristik fondasi kehidupan yang paling kokoh dan stabil. Dan itulah yang membuatnya unggul — karena manusia tak mungkin bisa berdiri tegak di atas pondasi yang goyah dan berubah-ubah.
Dan jika ada yang ingin menolak kesimpulan ini,
ia hanya perlu melakukan satu hal:
menemukan kitab suci lain yang lebih layak menyandang gelar itu.